PURWOKERTO – Selama ini sebagian guru masih kesulitan menemukan cara tepat dalam menyampaikan materi pelajaran Kurikulum 2013 kepada peserta didik. Kondisi ini yang memunculkan anggapan mengajar pelajaran dengan Kurikulum 2013 merepotkan.
Pendapat tersebut diungkapkan Ketua Kelompok Kerja Madrasah (KKM) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kabupaten Banyumas, Sabar Munanto. Menurutnya, dalam Kurikulum 2013, sistem pembelajaran yang digunakan menuntut peserta didik untuk terlibat aktif. Kondisi ini yang mengharuskan guru untuk menemukan sebuah metode yang tepat dalam mengajar.
Selain itu, lanjut dia, dalam penilaian dalam Kurikulum 2013, ada tiga aspek yang harus dikuasai peserta didik, yakni aspek koginitif (kemampuan intelektual), afektif (sikap dan nilai), serta psikomotorik (keterampilan).
”Bila dibandingkan dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan-red), kemungkinkan sistem pembelajaran Kurikulum 2013 yang benar-benar bisa mengantarkan peserta didik untuk mencapai ketiga aspek itu,” kata Kelapa MI Negeri Purwokerto ini di sela-sela lomba cerdas cermat di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Banyumas, baru-baru ini.
Ketika kurikulum diubah dengan menerapkan Kurikulum 2013, maka perlu diikuti perubahan dari pola yang digunakan oleh para guru dalam mengajar. Mereka tidak boleh terpaku lagi dengan menerapkan pola pengajaran yang dijalani bertahun-tahun selama ini.
”Memang ada sebagian guru yang menganggap pemberlakuan Kurikulum 2013 terlalu merepotkan, tetapi bila ingin meraih hasil yang optimal dalam kegiatan pembelajaran dengan tercapainya aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, maka Kurikulum 2013 yang lebih memungkinkan,” ujarnya.
Dalam kurikulum terbaru saat ini, kata Sabar, kegiatan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar, baik itu jenjang Sekolah Dasar (SD) maupun Madrasah Ibtidaiyah (MI), penekanannya lebih banyak pada penanaman pendidikan karakter.
Pendidikan karakter mendapatkan porsi yang lebih banyak bila dibandingkan kemampuan intelektual peserta didik. ”Kalau jenjang SD atau MI, persentasenya 60 persen merupakan penanaman pendidikan karakter, sedangkan 40 persennya untuk kemampuan akademik atau intelektual peserta didik,” terang dia. Kemudian untuk jenjang SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), persentasenya seimbang.
Artinya penanaman pendidikan karakter dan kemampuan intelektual siswa, mendapatkan porsi yang sama. ”Adapun untuk jenjang SMA atau MA (Madrasah Aliyah), persentasenya berkebalikan dari jenjang SD/MI, yakni 60 persennya untuk penekanan kemampuan intelektual siswa dan 40 persen untuk pendidikan karakter peserta didik,” tandasnya.